KEJANG
A.
Definisi
Kejang
1.
Kejang
pada bayi baru lahir adalah kejang yang timbul dalam masa neonatus atau dalam
28 hari sesudah lahir. Kejang ini merupakan tanda penting akan adanya penyakit
lain sebagai penyebab kejang tersebut, yang dapat mengakibatkan gejala sisa
yang menetap dikemudian hari. Bila penyebab tersebut diketahui harus segera
diobati. Hal yang penting dari kejang pada bayi baru lahir ialah mengenal
kejangnya, mendiagnosis penyakit penyebanya dan memberi pengobatan terarah,
bukan hanya mencoba menanggulangi kejang tersebut dengan obat antikonvulsan.
2. Kejang pada neonatus ialah suatu gangguan
terhadap fungsi neurologis seperti tingkah laku, motorik, atau fungsi otonom.
Periode bayi baru lahir (BBL) dibatasi sampai hari ke-28 kehidupan pada bayi
cukup bulan, dan untuk bayi prematur, batasan ini biasanya digunakan sampai usia
gestasi 42 minggu. Kebanyakan kejang pada BBL timbul selama beberapa hari.
Sebagian kecil dari bayi tersebut akan mengalami kejang lanjutan dalam
kehidupannya kelak. Kejang pada neonatus relatif sering dijumpai dengan
manifestasi klinis yang bervariasi. Timbulnya sering merupakan gejala awal dari
gangguan neurologi dan dapat terjadi gangguan pada kognitif dan perkembangan
jangka panjang.
B.
Etilogi
Kejang
Neuron dalam susunan saraf pusat (SSP) mengalami
depolarisasi sebagai akibat dari masuknya kalium dan repolarisasi timbul akibat
keluarnya kalium. Kejang timbul bila terjadi depolarisasi berlebihan akibat
arus listrik yang terus menerus dan berlebihan.
Volpe mengemukakan empat kemungkinan alasan terjadinya
depolarisasi yang berlebihan yaitu :
a.
Gagalnya
pompa natrium kalium karna gangguan produksi energi
b.
Selisih
relatif antara neurotransmitter eksitasi dan inhibasi
c.
Defisiensi
relatif neurotransmitter inhibisi dibanding eksitasi
d.
Perubahan
membran neuron menyebabkan hambatan gerakan natrium
e.
Tetapi,
dasar mekanisme kejang pada neonatus masih belum dapat diketahui dengan jelas.
Ada banyak penyebab kejang pada neonatus, yaitu :
1.
Bayi
tidak menangis pada waktu lahir adalah penyebab yang paling sering. Timbul
dalam 24 jam kehidupan dalam kebanyakan kasus.
2.
Perdarahan
otak, dapat timbul sebagai akibat dari kekurangan oksigen atau trauma pada
kepala. Perdarahan subdural yang biasanya diakibatkan oleh trauma yang dapat
menimbulkan kejang.
3.
Gangguan
metabolic, seperti :
a.
Kekurangan
kadar gula darah (hipoglikomia) , sering timbul dengan gangguan pertumbuhan
dalam kandungan dan pada bayi dengan ibu penderita diabetes melitus (DM).
Jangka waktu antara hipoglikemia dan waktu sebelum pemberian awal pengobatan
merupakan waktu timbulnya kejang. Kejang lebih jarang timbul pada ibu penderita
diabetes, kemungkinan karna waktu hipoglikemia yang pendek.
b.
Kekurangan
kalsium (hipokalsemia), sering ditemukan pada bayi berat badan lahir rendah,
bayi dengan ibu penderita DM, bayi asfiksia, bayi dengan ibu penderita
hiperparatiroidisme.
c.
Kekurangan
natrium (hipernatremia), biasanya timbul bersamaan dengan dehidrasi atau
pemakaian bikarbonat berlebihan.
4.
Kelainan
metabolik lain :
a.
Ketergantungan
piridoksin mengakibatkan kejang yang resistan terhadap antikonvulsan. Bayi
dengan kelainan ini mengalami kejang intrauterin dan lahir dengan meconium
staining.
b.
Gangguan
asam amino : kejang pada bayi dengan gangguan asam amino sering disertai dengan
manifestasi neurologi. Hiperamonemia dan asidosis sering timbul pada gangguan
asam amino
5.
Infeksi
sekunder akibat bakteri atau non bakteri dapat timbul pada bayi dalam
kandungan, selama persalinan, atau pada periode perinatal :
a.
Infeksi
bakteri meningitis akibat infeksi groupB streptococcus, Escherechia coli, atau
listeria monocytogenes sering menyertai kejang selama minggu pertama kehidupan
b.
Infeksi
non bacterial penyebab non bacterial seperti toxoplasmosis, dan infeksi oleh
herpes simplex, cytomega lovirus, rubella dan coxackaie B virus dapat
menyebabkan infeksi intrakranial dan kejang.
C.
Jenis
Kejang
Kejang
klonik
- Berlangsung selama 1-3 detik,
terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran
- Dapat disebabkan trauma fokal
- BBL dengan kejang klonik fokal
perlu pemeriksaan USG, pemeriksaan kepala untuk mengetahui adanya
perdarahan otak, kemungkinan infark serebri
- Kejang klonik multifokal sering
terjadi pada BBL, terutama bayi cukup bulan dengan BB>2500 gram
- Bentuk kejang : gerakan klonik
pada satu atau lebih anggota gerak yang berpindah-pindah atau terpisah
secara teratur, misal kejang klonik lengan kiri diikuti kejang klonik
tungkai bawah kanan
Kejang tonik
a. Tonik umum
·
Terutama bermanifestasi pada BBL kurang bulan < 2500
gram
·
Fleksi atau ekstensi tonik pada ekstremitas bagian atas,
leher atau batang tubuh dan berkaitan dengan ekstensi tonus pada ekstremitas
bagian bawah.
·
Pada 85% kasus kejang tonus tidak berkaitan dengan
perubahan otonomis apapun seperti meningkatnya detak jantung atau tekanan
darah, atau kulit memerah.
b. Tonik focal
·
Terlihat dari postur asimetris dari salah satu
ekstremitas atau batang tubuh atau kepala tonik atau deviasi mata.
·
Sebagian besar kejang tonik terjadi bersama dengan difusi
penyakit sistem syaraf pusat dan perdarahan intraventrikular
Kejang
mioklonik
a.
Kejang
myoklonik focal biasanya melibatkan otot fleksor pada ekstremitas.
b.
Kejang
myoklonik multi-focal yang terlihat sebagai gerakan kejutan yang tidak sinkron
pada beberapa bagian tubuh.
Kejang ringan
Kejang
jenis ini terjadi sehubungan dengan adanya jenis kejang lain dan mungkin
bermanifestasi dengan :
·
Gerakan
stereotip ekstremitas seperti gerakan mengayuh sepeda atau berenang.
·
Deviasi
atau gerakan kejut pada mata dan mengedip berulang kali.
·
Ngiler,
menghisap atau mengunyah.
·
Apnea
atau perubahan tiba-tiba pada pola pernafasan.
D.
Diagnosis
Kejang
Diagnosis dapat ditegakkan dengan :
1.
Anamnesis
yang diteliti dari keluarga, kehamilan, dan persalinan. Riwayat kejang pada
bayi baru lahir terdahulu dapat mengarahkan kita kepada penyakit herediter
seperti fenilketonuria dan sebagainya. Pada kelainan herediter yang lain
seperti tubersklerosis, diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan kelainan
kulit pada anggota keluarga lainnya. Sering kali ibu mempunyai adenoma
sebaseum. Hendaknya diperhatikan pula obat yang digunakan ibu pada waktu hamil,
misalnya barbiturat. Riwayat kehamilan ibu dengan demam, pembesaran kelenjar
dan kemerahan kulit bisa mengikatkan kita pada penyakit rubella, toxoplasmosis
dan sebagainya. Riwayat kehamilan penting untuk diketahui apakah normal atau
tidak normal, berat badan bayi apakah bayi menangis kuat langsung sesudah lahir
dan sebagainya.
2.
Manifestasi
klinik berupa kejang atau “fit”
3.
Pemeriksaan
pediatrik dan neurologik yang lengkap, termasuk pemeriksaan jantung dan paru.
Pemeriksaan kulit yang teliti untuk mencari kemungkinan adanya petekia,
sianosis, ikterus, dan sebagainya. Pada pemeriksaan abdomen dicari kemungkinan
adanya hepatosplenomegali dan sebagainya. Pemeriksaan neurologik lengkap mengenai
bentuk kejang, adanya “hemissyndrome”,
hilangnya refleks moro dan sebagainya. Inspeksi dan palpasi kepala apakah
terdapat depresi, fraktur, molase yang terlalu hebat. Pemeriksaan funduskopi
sangat penting pada kejang neonatus. Perdarahan retina menunjukkan kemungkinan
perdarahan intrakranial, korioretinitis dapat terjadi pada toxoplasmosis,
infeksi “cytomegalovirus”atau rubella. Adanya stasis vaskuler dengan pelebaran
vena di retina dengan bentuk yang berkelok-kelok sering ditemukan pada sindrome
hiperviskositas. Transiluminasi kepala dapat menolong diagnosis kemungkinan
penimbunan cairan subdural setempat, atau adanya kelainan konginital seperti
porensefali atau hidransefali. Bila ubun-ubun besar menonjol tanpa tanda-tanda
infeksi selaput otak, dapat dilakukan tap subdural secara hati-hati.
4.
Pemeriksaan
laboratorium yang penting ialah pemeriksaan darah terhadap kadar gula, kalsium,
fosfor, magnesium, natrium, dan kalium secara rutin. Pemeriksaan dengan
“dextrostix” dapat membantu diagnosis hipoglikemi secara cepat, sehingga
pengobatan dapat segera dilakukan sambil menunggu hasil pemeriksaan “true
glucose”. Bila didapatkan tanda sepsi, harus dilakukan pemeriksaan kultur
darah. Pungsi lumbal untuk pemeriksaan cairan serebrospinalis harus dilakukan.
Pada tanda-tanda terdapat hiperviskositas, harus diperiksa konsentrasi
hematokrit,kadar hemoglobin, dan hitung eritrosit. Bila tidak didapatkan
kontrraindikasi mobilisasi, harus dilakukan pemeriksaan ultrasonografi dan foto
rontgen kepala. Pemeriksaan EEG sebaiknya dilakukan pada setiap kejang pada
neonatus karna pemeriksaan ini dapat membantu diagnosis, pengobatan dan dapat
memberikan gambaran progmosis.
E.
Penatalaksanaan
Kejang
1.
Atasi
kejang
2.
Sebelum
menghentikan kejang maka lakukan : semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala
sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.
3.
Usahakan
agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.
4.
Pengisapan lendir harus
dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
5.
Segera
berikan diazepam intravena : dosis rata-rata 0,3 mg/kg BB atau diazepam rektal
dosis BB kurang dari 10 kg, 5 mg, lebih dari 10 kg dosis 10 mg, jika kejang
tidak berhenti tunggu 15 menit, dapat diulang dengan dosis yang sama, setelah
kejang berhenti, maka diberikan dosis awal fenobarbital yakni : pada neonatus
dosis 30 mg secara intramuscular, pada bayi umur 1 bulan sampai 1 tahun dosis
50 mg intramuscular, pada anak lebih dari 1 tahun dosis 75 mg.
6.
Pada
pengobatan pemeliharaan : 4 jam kemudian (setelah kejang berhenti) hari ke-1
dan ke-2 berikan fenobarbital dosis 9-10
mg/kg BB, dibagi dalam 2 dosis. Hari berikutnya fenobarbital 4-5 mg/kg BB
dibagi dalam 2 dosis.
7.
Jika
diazepam tidak tersedia, langsung dipakai fenobarbital dengan dosis awal dan
selanjutnya diteruskan dengann pengobatan pemeliharaan.
8.
Bidan
boleh memberikan anti kejang jika sudah dilakukan kolaborasi dengan
dokter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar